Ketika orang meminjamkan hartanya kepada orang lain, dan ternyata orang yang berutang tersebut tidak mampu untuk membayar, hal ini akan berdampak menjadi suatu masalah yang menyebabkan penagih tidak dapat menagihkan utangnya. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan solusi berupa akad hawalah, agar orang yang meminjamkan bisa mendapatkan kembali barang yang dipinjam, melalui perantara orang ketiga yang akan menanggung dan membayarkan utang tersebut.
Lalu, apa sebenarnya hawalah ini? Apa saja jenis dan contoh aplikasi akad hawalah? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita simak penjelasan berikut ini.
Pengertian Hawalah
Hawalah adalah istilah dari kata tahawwul yang artinya berpindah atau tahwil yang berarti pengalihan. Definisi hawalah dapat diartikan sebagai pengalihan atau pemindahan utang piutang dari pihak kreditur kepada pihak penanggung pelunasan utang.
Dalam praktiknya, hawalah merupakan proses yang memindahkan utang dari muhil (peminjam pertama) kepada pihak muhal’alaih (peminjam kedua yang mampu secara finansial) untuk diberikan kepada muhal (pihak piutang) melalui akad, atau kata-kata. Pada transaksi Syariah, perpindahan pembayaran utang ini termasuk sah, jika tetapi memenuhi asas Syariah dan menghindari larangannya.
Dasar Hukum Hawalah
Dasar hukum hawalah berpedoman pada kitab Al-Qur’an dan hadits. Berdasarkan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282, Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya, dan hendaklah penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”
Sementara itu pada hadits riwayat al-Bukhari, Rasulullah pernah bersabda mengenai hawalah, yang artinya sebagai berikut:
“Menunda-nunda pembayaran utang oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yang mampu, maka terimalah.”
Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga telah mengatur akad hawalah dengan mengeluarkan fatwa DSN-MUI No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah, fatwa DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, dan fatwa DSN-MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang hawalah bil ujrah.
Rukun Hawalah
Rukun hawalah adalah rukun yang wajib terpenuhi sebelum akad terjadi. Apabila tidak terpenuhi salah satunya, maka akad tidak sah.
Rukun-rukun tersebut antara lain:
1. Muhil
Muhil adalah orang yang mempunyai utang. Seorang muhil harus berakal sehat, baligh, dan mempunyai kemampuan melaksanakan akad hawalah. Selain itu, muhil atau pemilik utang harus menjalankan akad ini atas keinginan pribadi, tanpa paksaan dari pihak mana pun.
2. Muhal
Muhal adalah orang yang memberikan utang atau pihak piutang. Pihak muhal juga harus mencapai usia baligh, berakal sehat, dan melaksanakan akad secara sukarela tanpa paksaan. Ijab qabul hawalah oleh muhal harus berada dalam majelis akad dan pihak terkait turut serta menyaksikannya.
3. Muhal’alaih
Muhal’alaih adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk melunasi utang pihak muhil. Pihak ini harus berakal sehat berusia baligh, mampu secara finansial, dan memahami pelaksanaan akad. Pihak muhal’alaih juga mengucapkan ijab qabul dalam majelis akad dengan kehadiran pihak terkait.
4. Utang yang Diakadkan
Dalam konsep hawalah, utang merupakan bentuk pinjaman antara muhil dan muhal, dan akan dilunasi oleh pihak muhal’alaih. Utang tersebut dapat berupa uang, aset dan barang berharga lainnya. Meski begitu, utang tersebut tidak boleh berbentuk barang setengah jadi atau belum ada nilainya, seperti bibit tanaman yang belum berbuah, janji bantuan hibah yang belum diterima, dan sebagainya.
Jenis-Jenis Hawalah
Sayyid Sabiq (dalam Fiqih Sunnah), Idris Ahmad (dalam Fiqih al-Syafi’iyah), dan Abdul Aziz (dalam Ensiklopedia Hukum Islam) menyatakan bahwa dalam praktiknya, akad hawalah dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu berdasarkan jenis pemindahan objek akad dan rukun hawalah. Berikut adalah penjelasan selengkapnya.
1. Berdasarkan Pemindahan Objek Akad
Jenis hawalah berdasarkan pemindahannya, yaitu:
a. Hawalah Dayn
Hawalah dayn merupakan pemindahan utang kepada orang lain yang mempunyai utang kepadanya. Dalam artian lain, hawalah dayn merupakan pemindahan kewajiban untuk membayar utang (pemindah utang/kewajiban).
b. Hawalah Haqq
Hawalah haqq adalah pemindahan hak menuntut utang. Dalam artian lain, pada hawalah haqq yang bertindak sebagai muhil adalah pemohon utang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi utang yang lain, sedangkan orang yang berutang tidak berubah atau berganti.
2. Berdasarkan Rukun
Jika dilihat dari rukunnya, jenis hawalah dapat dibagi menjadi dua, yaitu hawalah muqayyadah dan muthlaqah.
a. Hawalah Muqayyadah
Hawalah muqayyadah atau pemindahan bersyarat merupakan pengalihan sebagai ganti pembayaran utang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Contohnya, ketika A berpiutang kepada B sebesar Rp5 juta, sedangkan B berpiutang kepada C sebesar Rp5 juta, maka B dapat mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang ada pada C, kepada A sebagai ganti pembayaran utang B kepada A.
Berdasarkan skenario di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam hawalah muqayyadah pada satu sisi merupakan hawalah haqq, karena mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C ke A (pemindahan hak). Sedangkan di sisi lain, hal ini juga merupakan hawalah ad-dayn, karena B mengalihkan kewajiban piutangnya dengan A, kepada C yang memiliki utang kepada B, sehingga urusan piutang yang terjadi adalah antara C kepada A saja.
b. Hawalah Muthlaqah
Hawalah muthlaqah atau pemindahan mutlak yaitu pengalihan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi terhadap pembayaran utang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Contohnya, A berutang kepada B sebesar Rp5 juta. Kemudian, A mengalihkan utangnya kepada C (muhal’alaih), sehingga C (muhal’alaih) mempunyai kewajiban membayar utang A kepada B tanpa A menegaskan pengalihan utangnya. Pihak C di sini haruslah pihak yang mampu secara finansial (muhal’alaih) untuk membayarkan utang, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
Pada skenario di atas, dapat disimpulkan bahwa yang terjadi dalam hawalah muthlaqah ini adalah hawalah ad-dayn, yaitu pemindahan kewajiban utang saja.
Contoh Hawalah
Hawalah dapat dilakukan untuk situasi kehidupan sehari-hari maupun di dalam lembaga keuangan Syariah. Berikut ini adalah contoh penerapannya:
1. Hawalah dalam Kehidupan Sehari-hari
Praktik hawalah dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat ketika terdapat dua orang yang pergi ke rumah makan. A membayarkan biaya makan B, dan B teringat bahwa C memiliki utang kepada B dengan jumlah yang sama dengan biaya makan B. Pada kondisi ini, B berhak untuk mengalihkan piutangnya kepada C, sehingga C berkewajiban untuk membayarkan piutang B kepada A.
2. Hawalah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Dalam praktik perbankan Syariah, fasilitas hawalah lazimnya dilakukan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar bisa melanjutkan usahanya. Kemudian, bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan utang. Untuk mengantisipasi kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang. Ketika kebutuhan supplier akan dilikuidasi, ia akan meminta bank untuk mengalihkan piutang. Lalu, bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
Berdasarkan penjelasan di atas, hawalah dapat menjadi salah satu solusi bagi Anda yang memiliki permasalahan utang piutang. Konsep mengenai Hawalah harus Anda pahami, karena hal ini sangat berkaitan dengan stabilitas finansial yang berasaskan keadilan untuk berbagai pihak. Maka dari itu, untuk membantu Anda lebih memahami hawalah, Prudential Syariah mendirikan Sharia Knowledge Centre (SKC) yang merupakan kanal informasi, inovasi, dan kolaborasi seputar ekonomi Syariah.
Sharia Knowledge Centre (SKC) sendiri bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan Syariah sekaligus bergotong-royong memajukan ekonomi Syariah dan menjadikan Indonesia sebagai pusat perkembangan ekonomi Syariah global.